Selasa, 27 April 2010

anak indigo dengan mistisme dan ilmiah

Anak-anak Indigo, atau di tulisan ini akan saya singkat sebagai Indigo’ers, adalah istilah yang diberikan kepada anak dengan seperangkat atribut psikologis tipikal tertentu: sangat cerdas, punya talenta tertentu, kreatif, selalu bertanya ‘what & why’ untuk setiap hal, emosional, tidak sabar, non-conformist, mudah bosan dan ter-distraksi, abstrak, namun mampu fokus ber-jam jam terhadap hal yang dia minati. Mereka punya keinginan kuat, ‘sense of humor’ tinggi, dan imajinatif. Mudah frustasi dengan hal-hal yang ritual-oriented dan ini menjadi alasan mereka tak suka dengan institusi bernama sekolah. Walalupun demikian Indigo’ers umumnya tergolong anak yang istimewa (IQ >> 120 dengan rata-rata 140). Banyak sebutan untuk mereka, semisal “Children of the Sun” atau “Millennium Children”oleh beberapa orang yang mengaku ahli dari Amerika. Umumnya Indigo’ers tidak mau diperlakukan sebagai anak-anak. Sampai ciri-ciri diatas, tidak ada hal yang aneh.

Kemudian ciri tersebut ditambah dengan seperangkat labelling bahwa Indigo’ers adalah ‘anak2 muda eksentrik’ yang membuat sekian perangkat aturan ketika berhadapan dengan mereka. Melalui diagnose psikiatrik mereka sering dikategorikan mengalami Attention Deficit with Hyperactivity Disorder (ADHD), Attention Deficit Disorder (ADD), Obsessive-Compulsive Disorder (OCD) dan juga Autism. Walaupun sering dianggap anak ADD, Indigo’ers juga mudah bersikap empati dan iba terhadap orang lain, atau terlihat sangat dingin dan tak berperasaan. Mereka tidak terlalu peduli dengan seperangkat aturan yang diberikan orangtuanya, namun mereka tidak berani melanggar aturan yang mereka buat. Dasar pembuatan aturan mereka sendiri terkadang didasarkan pada kebenaran-kebenaran universal yang dipercaya penting untuk kebaikan umat manusia. Seringkali petuah-petuah bijaksana keluar bahkan dari mulut anak kecil yang belum cukup umur untuk masuk Sekolah Dasar.
Sorot mata, tutur kata, dan pemikirannya dapat seketika menjadi lebih dewasa dibandingkan usianya dan memiliki kemampuan intuisi yang sangat tinggi.

Critical-points dari Indigo’ers ini adalah sense of self-definition mereka yang kuat, dan sebagian besar dari mereka bahkan menyatakan dirinya mengetahui untuk apa dia diciptakan… [wuh..subhanallah, mengetahui untuk apa ‘dia dicipta’ sejak dini..tapi betulkah?] Seringkali menjadi anti-sosial ketika dia tidak ditempatkan pada lingkungan sesamanya. Lazim terjadi depresi pada Indigo’ers yang menganggap belum mengetahui untuk apa dia diciptakan. Artinya dia membutuhkan ‘rekan satu frekuensi’ untuk memahami self-definition nya tersebut.

sumber :

http://cqe3.wordpress.com/2009/10/26/indigo-antara-mistisme-dan-fakta-ilmiah%E2%80%A6-part-one/

Jumat, 23 April 2010

Hidup berdampingan dengan anak berkebutuhan khusus

Kebutuhan beberapa anak-anak dapat difokuskan pada gaya belajar mereka yang unik, sementara beberapa orang tua lain mungkin akan lebih melihat pada sisi perhatian yang lebih luas, seperti misalnya anak-anak yang mengalami keterbelakangan mental. Terlepas, apakah anak-anak dengan kebutuhan khusus menuntut lebih banyak daripada anak-anak yang tidak memiliki kelambatan perkembangan ,beberapa orangtua ternyata lebih banyak membenci mereka karena alasan fisik, emosional, mental, atau keterbatasan keuangan, dan mereka merasa tidak mampu memenuhi kebutuhan anak mereka. Dalam kasus yang ekstrem, anak-anak ini sering dijadikan kambing hitam dalam setiap perselisihan yang terjadi di antara orang tua mereka.

Secara umum, anak-anak ini dianggap sebagai penyebab hilangnya kepercayaan diri dan hilangnya kenyamanan sosial mereka.

Hanya sedikit dari orang tua yang merasakan kehadiran anak-anak mereka yang unik ini sebagai hadiah Sang Pencipta yang perlu disyukuri.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sebagian orang tua merasa karier mereka terhambat karena hadirnya anak-anak mereka yang berkebutuhan khusus.

Sesungguhnya kunci utama dari keberhasilan pengelolaan anak-anak dengan kebutuhan khusus justru tergantung pada tiga hal yakni: 1.)kemampuan orang tua untuk menjaga perasaan kebencian mereka terhadap keadaan yang menimpanya dan 2.)kemampuan mereka untuk menerima kondisi yang ada. 3.) kemampuan mereka untuk menerima perasaan tidak nyaman dari keluarga lainnya.

Tiga hal tersebut menjadi fokus utama yang harus lebih dulu dipenuhi sebelum hal-hal yang lain dipersiapkan.

Apabila anda seorang terapis, atau bahkan apabila adalah orang tua yang memiliki anak-anak yang ‘dianugerahi’ ini ,pastikan anda membuat program khusus untuk memenuhi 3 (tiga) kriteria di atas. Perasaan menerima akan menjadi landasan awal penanganan anak-anak ini.
Anak-anak dengan kebutuhan khusus sebenarnya justru dapat memberikan kehidupan orangtua mereka menjadi lebih fokus dan bermakna bila mereka menyikapinya secara positif.. “Sebelum anak saya lahir, saya sering berganti pekerjaan. Aku tidak bertahan dengan apa-apa. Aku selalu marah karena aku tidak dipromosikan. Tapi semenjak aku fokus secara positif bagi anakku yang unik, kini menjadi berbeda keadaannya. Aku justru harus terus bekerja,dan aku merasa membutuhkan asuransi bagi perawatan anakku.” Demikian kata seorang ayah setelah mengikuti program “Stay with the True”.

Mereka yang sudah memiliki kemampuan untuk menerima keadaan dan kemampuan untuk membangun rasa syukur,secara tidak langsung mereka mulai membangun kapasitas pribadi dan intensitas hubungan social kea rah positif.

sumber : http://grahita.prohost.mobi/13091/show/40f33e12cdef87f73304717a7669c988&t=655c43f139e2ca72c3d2b67cb82c715d

Terapi Neurofeedback

Neurofeedback adalah ‘pelatih’ otak yang sangat efektif; bisa membaca kemampuan otak sekaligus menuntun anak agar bisa berprestasi sebaik-baiknya. Terapi ini meluruskan aktivitas otak yang error, baik yang melempem ataupun yang hiperaktif. Setiap kali otak berhasil meningkatkan kerjanya, ‘pelatih’ ini akan memberi umpan balik atau feedback, semacam bonus.

Si ‘pelatih’ yang satu ini tidak cerewet. Ia mengajar tanpa menghamburkan kata-kata atau gerakan, sehingga murid bisa mengikuti pelatihannya sambil duduk dengan anteng. Dia bahkan tidak bisa bicara, karena berwujud seperangkat mesin yang mengekspresikan diri melalui layar monitor komputer/laptop. Namanya EEG Neurofeedback.
Perangkat EEG (electro encephalogram) sudah cukup lama dipakai dalam dunia kedokteran. Biasanya seorang dokter ahli saraf menggunakan perangkat EEG untuk merekam aktivitas listrik sel-sel otak pasiennya. Dalam grafik rekaman frekuensi gelombang otak tersebut, bisa dibaca aktivitas otak pada saat itu. Misalnya gelombang beta (otak dalam kondisi aktif berpikir), alpha (otak dalam keadaan lebih rileks), tetha (otak sangat tenang dan penuh ide spontan), dan gelombang delta ketika otak masuk fase tidur pulas disertai mimpi. Bedanya dengan EEG yang sudah dikenal luas, EEG Neu-rofeedback ini sekaligus mampu menyaring gelombang otak yang error, misalnya hubungan sel saraf yang over connected, yang mencetuskan gejala obsessive compulsive behavior pada penderitanya (contohnya mencuci tangan berulang-ulang) atau justru ‘kurang nyambung’ sehingga perhatian para penderita menjadi tidak fokus.

Gelombang otak yang error akan tertangkap alat penguat (amplifier) dan diperlihatkan lewat layar monitor komputer dalam bentuk gambar disertai suara. Berdasarkan feedback tersebut otak akan dituntun dan dilatih untuk beraktivitas ke arah normal. Dengan demikian gejala yang dialami pasien akan semakin berkurang.

Singkatnya, perangkat ini merupakan strategi pembelajaran otak yang memungkinkan seseorang untuk mengubah gelombang otaknya. Selajutnya lewat alat ini, orang tersebut melakukan latihan otak (brain exercise) untuk memperbaikinya.

“Neurofeedback akan melatih otak untuk memantapkan aliran atau gelombang otak sehingga memungkinkan seseorang tampil secara optimal. Melalui proses latihan inilah synaptic connection (pengaliran gelombang listrik oleh sel-sel saraf) akan dikembalikan pada struktur normalnya. Jika ini bisa terlaksana maka kemampuan kognitif dan emosi seseorang menjadi lebih mantap. Performa pun menjadi lebih baik,” tutur Dr Joseph Guan dalam seminar memperkenalkan terapi EEG Neurofeedback yang diselenggarakan ICSCE bulan April lalu di Jakarta.
Terapi Neurofeedback dapat membantu bagi anak-anak dengan special needs.

sumber : www.nirmalamagazine.com dan http://dyahanggraini.ngeblogs.com/2010/04/20/terapi-neurofeedback/

Pendidikan Efektif Anak Special Need

Sama seperti layaknya anak-anak ‘normal’ lainnya, anak-anak dengan “special needs” juga berhak untuk memperoleh pendidikan. Walaupun mereka memiliki hambatan-hambatan maupun kekurangan-kekurangan, hal ini sebaiknya bukan menjadi alasan untuk tidak memperhatikan kebutuhan belajar mereka.

Sebagian anak dengan gaya belajar, bakat, karakteristik yang unik memerlukan pembelajaran dengan pendekatan individual. Hal ini berlaku pula untuk para anak yang memiliki hambatan dan masalah khusus dalam belajar, termasuk anak-anak yang berkebutuhan khusus.

Berkenaan dengan hal tersebut pemerintah telah menawarkan alternatif solusi berupa pembelajaran individual yang dapat dilakukan di rumah (homeschooling) sesuai dengan Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional no.20 tahun 2003.

Dengan metode homeschooling orangtua berperan sebagai guru dan teman belajar bagi putra-putrinya. Hal ini memungkinkan terciptanya hubungan emosi yang kuat dan kasih sayang selama pembelajaran. Suasana seperti ini merupakan suasana yang amat penting diterapkan dalam mendidik anak-anak berkebutuhan khusus. Suasana tersebut menciptakan perasaan yang sangat nyaman bagi mereka sehingga dapat mempermudah proses pembelajaran.

Para ahli mengatakan bahwa pada rentang usia 0-5 tahun, seorang anak sangat membutuhkan hubungan emosi yang erat dengan keluarga. Dari sinilah kemudian ia membentuk kemampuan-kemampuan sosialnya. Ia belajar mengenai konsep mana yang baik dan buruk. Disebutkan pula bahwa keterlibatan orangtua dalam proses belajar membawa dampak positif terhadap kesuksesan anak sejak ia masih kecil sampai dewasa. Fakta inilah yang kemudian menjelaskan mengapa dalam kasus ABK, pelaksanaan pendidikan di rumah merupakan salah satu pilihan terbaik. Apalagi metode ini juga amat selaras dengan terapi perilaku yang sebaiknya juga dilakukan di rumah.

Metode homeschooling merupakan salah satu metode alternatif untuk mengatasi keterbatasan, kelemahan, dan hambatan emosional yang dimiliki anak-anak berkebutuhan khusus sehingga memungkinkan untuk mencapai hasil belajar yang optimal sesuai potensi yang dimiliki. Metode ini bila dilaksanakan dengan benar dapat memberikan kehangatan dan proteksi dalam pembelajaran terutama bagi anak. Agar metode ini dapat dilaksanakan dengan baik dan anak dapat merasa nyaman dalam belajar, maka beberapa prasyarat yang perlu diperhatikan adalah:
- Kemauan dan tekad yang bulat
- Disiplin belajar-pembelajaran yang dipegang teguh
- Ketersediaan waktu yang cukup
- Keluwesan dalam pendekatan pembelajaran
- Kemampuan orangtua mengelola kegiatan
- Ketersediaan sumber belajar
- Dipenuhinya standar yang ditentukan
- Diselenggarakannya program sosialisasi agar anak-anak tidak terasing dari lingkungan masyarakat dan teman sebaya
- Dijalinnya kerjasama dengan lembaga pendidikan formal dan nonformal setempat sesuai dengan prinsip keterbukaan dan multimakna
- Terjalin komunikasi yang baik antar para orangtua
- Tersedianya perangkat penilaian belajar yang inovatif

sumber : pantinugroho.blogspot.com

PermasalahanPermasalahan Anak-Anak Berkebutuhan Khusus

Proses Pengolahan Ilmu di otak Anak-Anak Berkebutuhan Khusus itu relatif kurang. Pada awal kehidupan Sel-Sel Otak mulanya sedikit, ketika usia 6 tahun, Sel-Sel Otak mulai bertahmbah, hingga akhirnya pada usia 14 tahun dapat berkembang lebih pesat. Anak-Anak Berkebutuhan Khusus hanya tertuju pada 1 pusat perhatian (topik menarik) dalam proses otak.

Yang berinteligensi tinggi akan menghadapi kesulitan dalam pembelajaran normal, suka merasa bosan dan cenderung main-main sendiri. Sedangkan yang inteligensinya rendah akan kesulitan dalam memahami materi pembelajaran dan kerap membutuhkan banyak pengulangan dalam membahas suatu pembelajaran.

Dalam perihal Interaksi Sosial Anak-Anak Berkebutuhan Khusus kurang kontak mata, represif, sulit berinteraksi baik dengan teman-teman maupun para guru, tak bisa berempati, memahami maksud orang lain, interaksi, kesulitan menyampaikan keinginan, takut dan cenderung menghindari orang lain dan sulit memahami isyarat verbal-nonverbal.

Anak-Anak Berkebutuhan Khusus kerap kali kurang tangkas dan keseimbangan dalam perihal Gerak Motorik Kasar (Gross), sedangkan dalam Gerak Motorik Halus (Fine) Anak-Anak Berkebutuhan Khusus kerap kurang terampil dan terkordinir dalam melaksanakan salah satu tugas.

Dalam Gerakan Sensorik, Anak-Anak Berkebutuhan Khusus cenderung Hiporeaktif (cuek) dan Hiperaktif (enggan belajar), fokus hanya pada detail tertentu/sempit/tak menyeluruh, dan mempunyai perhatian yang obsesif. Anak-Anak Berkebutuhan Khusus juga mempunyai minat terbatas, tak patuh, monoton, tantrum, mengganggu, agresif, impulsif, stimulasi diri, takut-cemas, kerap menangis.

Ketika belajar, Anak-Anak Berkebutuhan Khusus kerap melakukan kesalahan sensory memory karena memori mereka hanya pendek sekali jaraknya, mudah lupa, fakta tersimpan tetapi tidak dalam 1 kerangka konteks yang terjadi. Anak-Anak Berkebutuhan Khusus sebenarnya bisa memberi respon terhadap sesuatu dalam pembelajaran, tetapi mereka sulit menghadapi situasi baru.

Sulit meniru aksi orang lain, namun bisa meniru kata-kata tetapi tidak memahami.

Anak-Anak Berkebutuhan Khusus mempunyai keterbatasan kemampuan komunikasi, gangguan bahasa verbal-nonverbal, kesulitan menyampaikan keinginan, dan penggunaan bahasa repetitif (pengulangan).

Anak-Anak Berkebutuhan Khusus mempunyai kelemahan dalam sequencing seperti kesulitan dalam menguruskan aktivitas, bisa mengurutkan tetapi sulit mengembangkan sehingga kurang kreatif, jika urutan aktivitas dirubah Anak-Anak Berkebutuhan Khusus dapat mengalami stress.

Gangguan Executive Function juga terdapat pada Anak-Anak Berkebutuhan Khusus
seperti kesulitan mempertahankan atensi, mudah terdistraksi, tidak bisa menyelesaikan tugas, dan kurang kontrol diri serta sulit bergaul.

sumber : lppariau.weebly.com

Sekolah Inklusi, Masih Hitungan Jari

Selama ini, sekolah anak-anak “normal” dengan special need selalu terpisah. Lazuardi-GIS salah satu pionir yang membuat terobosan untuk mengatasi persoalan tersebut. Russanti Lubis

Tahukan Anda, bila dalam setiap 150 kelahiran, salah satunya adalah bayi pengidap autis? Jumlah ini tidak termasuk bayi-bayi yang dilahirkan dengan membawa “kelainan-kelainan” lain, seperti hiperaktif, AD/HD, learning differences/difficulties, down syndrome, dan sebagainya (termasuk juga tunadaksa, tunagrahita, tunaru-ngu, dan lain-lain). Jadi, dapat Anda bayangkan berapa banyak jumlah mereka.
Lalu, setelah mereka memasuki usia sekolah, ke mana mereka menimba ilmu? Tentu saja apa yang disebut dengan sekolah luar biasa, di mana mereka akan bergaul dengan teman-teman senasib. Padahal, berbagai penelitian menunjukkan bahwa mereka yang dulu disebut sebagai anak cacat ini (untuk menghindari konotasi negatif, kini mereka disebut sebagai special need atau yang membutuhkan perlakuan khusus, red.) berhak berada di lingkungan pergaulan yang lebih riil. Karena, pertama, di dunia kerja yang akan mereka jalani, mereka tidak hanya berkumpul dengan orang-orang yang special need. Kedua, mereka terbukti jauh lebih mampu mengembangkan potensi, jika mereka bergaul dengan anak-anak “normal”.

“Berdasarkan alasan ini, orang mulai berpikir tentang sekolah inklusi,” kata Haidar Bagir, pendiri dan pemilik sekolah inklusi, Lazuardi-GIS (Global Islamic School). Sekadar informasi, GIS merujuk pada sifat sekolah ini yaitu sekolah yang berorentasi global dan berlandaskan Islam tapi terbuka untuk umum, sedangkan nama sekolahnya adalah Lazuardi. “Untuk menghindari kerancuan dengan sekolah-sekolah global lain, kami lebih suka menyebutnya GIS,” jelasnya.
Di Indonesia, ia melanjutkan, sekolah inklusi masih dapat dihitung de-ngan jari. “Dan, sekolah kami salah satunya. Bahkan, boleh dikatakan, Lazuardi-GIS yang paling serius menangani pendidikan anak-anak special need. Misalnya, kami memiliki 25 terapis yang dididik secara khusus. Kami juga memiliki 100 guru alumni berbagai universitas di Indonesia yang mempunyai pengetahuan tentang anak-anak special need. Di luar itu, Lazuardi-GIS juga memiliki pusat te-rapi khusus,” ujarnya.

Sebagai sekolah inklusi, Lazuardi-GIS yang berdiri sejak tahun 2000 di atas lahan seluas hampir 3 ha di kawasan Cinere ini, menempatkan anak-anak “normal” dengan yang special need dalam satu kelas. Khusus untuk anak-anak yang memiliki special need cukup besar, disediakan terapis. Karena itu, di setiap kelas (1 sampai dengan 6) terdapat dua guru dan se-orang terapis, yang bertanggung jawab di bawah kordinasi sang guru untuk memberi perlakuan khusus kepada anak-anak special need, sehingga mereka dapat mengikuti pelajaran dengan baik.
“Tentu saja porsi belajar anak-anak special need lebih kecil daripada yang ‘normal’. Bukan membatasi, melainkan kebutuhan akan terapi. Pada waktu-waktu tertentu, bila perlu, anak-anak itu akan ‘ditarik’ dari kelas reguler dan dibawa ke Ruang Pelangi yaitu ruang kelas untuk terapi wicara dan terapi-terapi lain. Kalau masih diperlukan lagi, di luar jam sekolah, mereka diki-rim ke pusat terapi khusus. Karena itu, dalam satu kelas hanya ditempatkan dua anak special need,” katanya.
Namun, ia melanjutkan, tidak lagi menjadi special need setelah menjalani pendidikan di sekolah inklusi, jarang terjadi. Sebab, tujuannya yaitu menjadikan mereka bisa hidup mandiri, bergaul, dan diterima masyarakat. “Untuk yang semacam itu, Insya Allah bisa kami lakukan. Yang jelas, orang tua mereka mengakui bahwa kemampuan buah hati mereka meningkat sa-ngat pesat,” ucapnya.

Selain itu, special need beraneka macam dan memiliki tingkatan dari ringan hingga berat. “Jadi, tergantung pada itulah apakah nantinya mereka mampu atau tidak mampu melanjutkan ke SMP biasa usai lulus dari SD sekolah inklusi. Beberapa contoh kasus menunjukkan bahwa semakin mereka dewasa, mereka hampir tidak lagi memiliki handicap untuk bersekolah seperti anak-anak ‘normal’. Tapi, itu bila mereka terus-menerus menda-patkan terapi intensif baik di dalam maupun di luar sekolah. Jadi, semuanya tergantung pada banyak faktor, apakah mereka dapat langsung dilepas dan menjadi mandiri sepenuhnya atau mempunyai tingkat kemandirian tertentu dan masih memerlukan bantuan,” imbuhnya.

Sekolah yang menggunakan dua bahasa dan mempadupadankan kurikulum nasional dengan kurikulum berbagai negara ini, kini memiliki 1.000 murid dengan 50 di antaranya siswa special need. Kepada mereka yang akan masuk SD dibebankan uang masuk Rp20 juta dan SPP Rp500 ribu. Selain itu, juga menerima anak special need berasal dari keluarga tak mampu. Karena, sekolah terakreditasi yang dibangun dengan total modal Rp17 milyar–Rp20 milyar ini, memiliki program beasiswa. “Tidak ada persyaratan khusus untuk menjadi murid Lazuardi-GIS. Tidak ada tes. Prinsip kami first in first serve sesuai dengan paradigma yang kami yakini bahwa semua anak cerdas dan tugas sekolah untuk mengembangkan potensi mereka. Kami hanya memiliki sistem observasi agar kami memiliki informasi yang cukup tentang setiap siswa kami, sehingga kami dapat memberikan pelayanan maksimal,” ujarnya.

Ke depannya, ia menambahkan, ingin mengembangkan Lazuardi-GIS sampai college. Selain itu, akan mengembangkan franchise dengan tujuan agar secara finansial makin kokoh dan bisa memberikan sumbang-an pendidikan bagi negeri ini. Saat ini, Lazuardi-GIS telah memiliki cabang di Jakarta Barat (Lazuardi Cordova), Lampung (Lazuardi Haura), Depok (Bina Qair, binaan), dan Kalimantan.

sumber : http://www.majalahpengusaha.com/content/view/186/30/

Mendeteksi anak berkebutuhan Khusus

Diperlukan upaya serius dan berkesinambungan untuk melaksanakan penanganan anak berkesulitan belajar. Anak-anak berkesulitan belajar, biasanya merasa frustrasi karena sering mengalami kegagalan dalam menyelesaikan tugas atau pun langkah-langkah untuk diri sendiri. Dalam benak mereka, apa pun yang dilakukan selalu sia-sia, tak ada artinya, negatif dan lain sebagainya, pada intinya adalah selalu mengalami kegagalan. Tentu saja, kondisi semacam ini menjadi kontra produktif, mereka kemudian menjadi sensitif, tidak mudah untuk percaya pada orang lain bahkan (mungkin) terhadap orang yang paling dekat dengan dirinya, dalam hal ini adalah orangtua. Untuk mengetahui apakah seorang anak memiliki kecenderungan berkesulitan belajar diperlukan pendeteksian yang cermat. Namun, secara umum bisa dilakukan hal-hal seperti di bawah ini:

PADA USIA PRA-SEKOLAH

  1. Terlambat bicara disbanding dengan anak seusianya
  2. Memiliki kesulitan dalam pengucapan beberapa kata
  3. Dibanding anak seusianya, penguasaan jumlah katanya lebih sedikit (terbatas)
  4. Sering tidak mampu menemukan kata yang sesuai untuk satu kalimat yang akan dikemukakan
  5. Sulit mempelajari dan mengenali angka, huruf dan nama-nama hari
  6. Sulit merangkai kata untuk menjadi sebuah kalimat
  7. Sering gelisah yang berlebihan
  8. Mudah terganggu konsentrasinya
  9. Sulit berinteraksi dengan teman seusianya
  10. Sulit mengikuti instruksi yang diberikan untuknya
  11. Sulit mengikuti rutinitas tertentu
  12. Menghindari tugas-tugas tertentu, misalnya menggunting dan menggambar

PADA USIA SEKOLAH

  1. Daya ingatnya terbatas (relatif kurang baik)
  2. Sering melakukan kesalahan yang konsisten dalam mengeja dan membaca, Misalnya atau biasanya, huruf d dibaca b (misalnya duku dibaca buku atau sebaliknya buku dibaca duku), w dibaca m (misalnya waru dibaca baru atau sebaliknya baru dibaca waru), p dibaca q , w dibaca m dan lain sebagainya. Bila ini yang terjadi mereka termasuk dalam kelompok berkesulitan belajar disleksia.
  3. Lambat untuk mempelajari hubungan antara huruf dengan bunyi pengucapannya.
  4. Bingung dengan operasionalisasi tanda-tanda dalam pelajaran matematika. Misalnya, tak dapat membedakan arti dari simbol – (minus) dengan simbol + (plus), simbol + dengan simbol x (kali) dan lain sebagainya.
  5. Sulit dalam mempelajari keterampilan baru, terutama yang membutuhkan kemampuan daya ingatnya.
  6. Sangat aktif dan tidak mampu menyelesaikan tugas atau kegiatan tertentu dengan tuntas. Kalau ini yang terjadi mereka termasuk dalam kelompok berkesulitan belajar hiperaktif atau GPPH (gangguan pemusatan pemikiran dan hiperaktifitas)
  7. Impulsif (bertindak tanpa dipikir terlebih dahulu)
  8. Sulit berkonsentrasi
  9. Sering melanggar aturan yang ada, baik di rumah maupun di sekolah
  10. Tidak mampu berdisiplin (sulit merencanakan kegiatan sehari-harinya)
  11. Emosional (sering menyendiri), pemurung, mudah tersinggung, cuek terhadap lingkungannya
  12. Menolak bersekolah
  13. Tidak stabil dalam memegang alat-alat tulis
  14. Kacau dalam memahami hari dan waktu

PADA USIA REMAJA/DEWASA

  1. Sulit/salah mengeja huruf berlanjut hingga dewasa
  2. Masih saja sering menghindar dari tugas-tugas membaca dan menulis
  3. Mungkin saja lancer dalam membaca tapi tidak mengerti atau tidak bisa menjelaskan apa yang telah dibacanya
  4. Sulit menjawab pertanyaan yang membutuhkan penjelasan lisan dan/atau tulisan
  5. Daya ingatnya terbatas
  6. Sulit menangkap konsep-konsep yang abstrak
  7. lamban dalam bekerja
  8. Sering tidak telitu (ceroboh) pada hal-hal yang seharusnya rinci atau malah sebaliknya justru terlalu focus kepada hal-hal yang rinci
  9. Bisa salah (distorsi) dalam membaca informasi

Anak-anak berkesulitan belajar perlu mengetahui bahwa orangtua maupun guru yang akan membimbingnya dapat merasakan apa yang mereka rasakan/alami. Dengan kata lain, orangtua ataupun guru harus memiliki empati terhadap dirinya. Dengan begitu, secara bertahap mereka akan bisa terbuka – selanjutnya, mengemukakan keluhan-keluhannya – untuk mendapatkan pengarahan dan mencoba untuk mengatasi kesulitan belajarnya.

Orangtua maupun guru harus menyadari bahwa setiap anak adalah pribadi yang unik, tidak bisa digebyah uyah (digeneralisasi), masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kematangan yang mereka alami berbeda satu dengan lainnya sekalipun memiliki jenis kesulitan yang sama. Karena itu, kebutuhan penanganannya pun berbeda dengan sentuhan-sentuhan yang individual untuk mengembangkan potensi yang dimiliki. Anak berkesulitan belajar memerlukan lingkungan yang hangat, penuh canda untuk memberi semangat agar merasa tidak sendiri (dikucilkan).

Mereka akan lebih berkembang secara positif bila berada dalam lingkungan yang penuh larangan, ancaman hukuman bahkan jika mungkin sebaiknya hindarkan hukuman yang sifatnya fisik. Lebih baik melihat kelebihan-kelebihannya, daripada selalu mengungkit kekurangan-kekurangan atau kenakalan-kenakalannya. Namun, kita harus selalu konsisten dengan aturan-aturan yang ada, hingga mereka akan merasa aman, memperoleh batasan mana yang boleh dan mana yang dilarang.

Melihat hasil pendeteksian di atas, sebaiknya kita mengajarkan pada mereka dalam menyelesaikan tugas untuk memisah-misahkan langkah-langkah yang diperlukan. Kemudian menyusun secara logis urutan-urutan yang harus dilakukan. Seperti halnya dalam aktivitas menulis. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengarahkan anak untuk memegang pensil dengan benar. Bila masih sulit, sebaiknya diberikan latihan-latihan (terapi) untuk penguatan otot tangan (misalnya dengan bermain play doh, busa sabun dan lain sebagainya).

Anak berkesulitan belajar selalu mengalami kesulitan bila mengorganisasikan dirinya. Barang-barang miliknya berserakan tak teratur. Sehingga perlu diberi struktur yang benar oleh guru maupun orangtuanya. Tujuannya adalah untuk mengetahui ruang geraknya dengan cara memberikan batasan yang jelas, apa yang boleh dan apa yang dilarang.Orangtua bisa memberikan kepada mereka rutinitas kegiatan, seperti misalnya menempatkan setiap barangnya pada tempat yang telah disediakan, menjelaskan satu per satu yang akan dialami anak setiap harinya. Berangkat ke sekolah, usai sekolah akan pergi ke tempat terapi, setelah itu pulang ke rumah. Struktur bisa pula dikembangkan dengan cara menyederhanakan pilihan. Seperti “kamu mau pakai kaos merah atau biru?” daripada mengatakan “kamu mau pakai baju yang warna apa?”. Bila Anda seorang guru, berikanlah kepada siswa-siswi terutama untuk anak yang berkesulitan belajar struktur dengan cara menentukan kegiatan yang akan dilakukan di kelas setiap hari di awal pembelajaran, menyiapkan anak saat kelas akan berakhir atau memberikan peringatan terhadap perubahan-perubahan rutin.

Struktur yang diberikan saat mengerjakan tugas adalah menjelaskan tujuan apa yang diharapkan dari tugas yang sedang dilakukan, bagimana contoh nyata dan cara kerja yang diharapkan. Hal semacam ini akan lebih baik bila dapat ditulis dengan sederhana sehingga dapat dilihat sekaligus difahami. Dengan adanya struktur ini, diharapkan mereka akan lebih mudah berkonsentrasi pada tugasnya. Hindarkan materi yang sulit difahami apalagi dalam jumlah yang banyak, kemudian pakailah bahasa yang sederhana dan singkat.Anak berkesulitan belajar dalam belajar membutuhkan penggunaan setiap saluran indera. Tujuannya adalah agar mereka memperoleh pengetahuan sekaligus mempertahan-kannya di dalam ingatan.

Pengalaman menyentuh, merasakan, mencium, melihat, mendengar dan melakukan akan dapat mengorganisasikan dan mengintegrasikan informasi di dalam otaknya. Sudah sama-sama kita pahami bila anak berkesulitan belajar sangat sulit menangkap konsep yang abstrak. Karena itu, ajaklah mereka melalui benda-benda yang nyata terlebih dahulu atau bisa pula melalui gambar-gambar yang mudah dipahami karena pengalaman terhadap obyek-obyek yang nyata akan lebih mudah melekat dalam ingatan dan bisa segera dikeluarkan saat dibutuhkan. Tentu saja semua itu akan menjadi lengkap bila melalui pendekatan multi-disiplin antar-profesional, seperti yang telah disebutkan di atas.

Menangani anak berkesulitan belajar adalah sebuah proses panjang yang membutuhkan kesabaran. Tak mungkin dilakukan secara instan dan terburu-buru.Sejarah telah mencatat, beberapa nama besar adalah mereka yang terdeteksi sebagai anak berkesulitan belajar. Salah satunya adalah Thomas Alva Edison, sang penemu lampu pijar. Bayangkan, bila Edison tak memiliki orangtua (baca; seorang ibu) yang begitu yakin akan kemampuan anaknya dan memiliki kesabaran yang luar biasa. Ibu Edison tidak menyerah begitu saja ketika anaknya ditolak di beberapa sekolah karena dianggap anak bodoh. Barangkali hingga saat ini kita tak akan pernah menikmati sinar terang di malam hari dari lampu-lampu atas jasa penemuan Thomas Alva Edison.Anak berkesulitan sangat memerlukan penanganan yang benar dan ke-sabaran kita.

sumber : http://specialneedskid.wordpress.com/
Yakinlah!

MENGENAL ANAK BERKESULITAN BELAJAR

Setiap anak adalah pribadi yang unik, begitu pula dengan anak berkesulitan belajar. Walau mereka memiliki jenis kesulitan yang sama, mereka tentu punya kelebihan ataupun kekurangan yang berbeda satu dengan yang lain.

Bagi orangtua, anak adalah sebuah representasi keberhasilan keluarganya. Karena itu, keberhasilan dalam belajar anaknya merupakan salah satu faktor penting dan diharapkan. Keberhasilan belajar anaknya akan mampu mengembangkan konsep diri yang positif bagi sang anak, selanjutnya akan sangat berguna di kemudian hari. Namun, bagi beberapa anak-anak berkesulitan belajar proses belajar tidaklah mudah, mereka memiliki kendala yang datang dari dalam dirinya.Kesulitan belajar atau gangguan belajar (learning disorder, LD) adalah gangguan belajar pada anak yang ditandai dengan adanya kesenjangan yang signifikan antara taraf intelegensi dengan kemampuan akademik yang seharusnya dicapai. Anak berkesulitan belajar adalah salah satu dari mereka yang berada dalam kelompok anak berkebutuhan khusus (children with special needs). Mereka adalah anak yang memiliki disfungsi minimum otak (DMO), sehingga menyebabkan tercampur aduk-nya sinyal-sinyal di antara indera otaknya atau terjadi gangguan di dalam sistem saraf pusat otak (neurobiologist) yang menimbulkan gangguan berbagai perkembangan, misalnya gangguan berbicara, berbahasa serta kemampuan akademik.

Anak-anak ini mengalami kesulitan bila harus belajar secara ‘biasa’ seperti halnya anak-anak yang lain. Mereka perlu diarahkan bagaimana cara belajar bagi dirinya, bagaimana memulai dengan suatu tugas, bagaimana mengarahkan perhatian, mengamati, mendengarkan instruksi bahkan bagaimana mengarahkan beberapa proses pada saat yang bersamaan. Singkat kata, mereka memerlukan pendekatan penanganan yang beda dengan pendekatan yang biasa dilakukan anak-anak lain seusianya.Bila tidak ditangani dengan baik dan benar, mereka akan mengalami gangguan emosional (psikiatrik) dan akan berdampak buruk bagi perkembangan kualitas hidup anak di kemudian hari. Anak berkesulitan belajar, biasanya tampil kurang dewasa dibanding teman-teman seusianya dan kesulitan belajar ini juga mempengaruhi koordinasi fisik dan perkembangan emosional anak. Selain itu, anak berkesulitan belajar sulit memahami isyarat-isyarat sosial yang ada dalam kehidupan bermasyarakat.

Akibatnya, mereka terlihat seperti mempunyai kebiasaan sosial yang berbeda dengan lingkungannya. Tentu saja, hal ini membuat masyarakat di lingkungannya sulit untuk menerima, bahkan akan cenderung mengucilkannya. Secara umum, penanganan anak-anak berkesulitan belajar memiliki tujuan untuk membangkitkan kesadaran tentang dirinya, kemudian mengembangkan kelebihan dan meminimalkan kesulitan/kekurangan dalam dirinya. Dan, ini yang penting, menga-rahkannya untuk dapat mencari jalan keluar (solusi) dari permasalahan yang akan dihadapi nanti untuk menjadi seseorang yang mandiri.Untuk menangani anak berkesulitan belajar diperlukan kerjasama yang baik dan positif antara orangtua (terutama), guru di sekolahnya dan beberapa profesional seperti dokter anak, psikiater anak, psikolog, terapis.

Terapi bagi anak special need

Afifah Tas’a Jahara, satu-satunya anak dengan special needs yang aku ajar di grade 7 kemarin. Sebagai guru baru, aku termasuk yang cepat sekali diterima oleh Afifah. Sejak awal aku tahu kalau dia punya kekurangan. Seperti anak penyandang cerebral palsi lainnya, kita bisa langsung melihat perbedaan fisik Afifah dibandingkan dengan teman-temannya. Aku nggak tahu bagaimana awalnya, tapi tiba-tiba saja Afifah begitu lengket denganku, padahal dia masih punya guru pendamping saat itu. Menurut guru-guru yang lain, itu karena sikapku yang terlalu baik padanya. Afifah memang sering sekali datang ke kantor guru dan memanggilku hanya untuk meminta tolong membetulkan ikatan rambutnya. Ternyata sikapku itu membuat dia merasa bisa mengandalkan aku di banyak hal, membuatnya nggak mandiri. Setelah menyadari hal itu, perlahan aku mulai mengajaknya untuk melakukan banyak hal sendiri, walaupun masih dengan aku menemani di sisinya.
Masih di hari yang sama, aku mendampinginya melakukan terapi di LSC. Banyak kegiatan yang harus Afifah lakukan di sana. Di antaranya, melatih kelenturan jari dengan memasang dan membuka kancing baju, menjahit jelujur dengan papan khusus, dan melempar bola, dan oh iya Afifah juga melakukan terapi berjalan. Semua itu dilakukan untuk melatih kelenturan organ tubuh bagian kirinya yang memang sudah kaku sejak lahir. Afifah menjalani semuanya dengan tekun dan sabar. Aku terus mendampingi di sampingnya, melihat step-step yang dilakukan terapist dan melihat dia dengan susah payah mengikuti. Afifah membutuhkan waktu hampir sepuluh menit untuk memasang satu kancing dan membukanya kembali. Dia membutuhkan waktu hampir setengah jam untuk menjahit jelujur dan membukanya kembali. Sementara untuk menapakkan kaki kirinya dengan sempurna, dia masih terlihat sangat kesulitan. Dadaku sesak menjalani sesi terapi itu, air mataku sudah mengambang, sebelum ia mengalir lebih deras aku mohon diri ke kamar mandi. Aku menangis sendiri di sana. Trenyuh dengan kenyataan itu. Kubandingkan dengan diriku sendiri yang masih sering kali mengeluh kalau timbangan naik satu kilo, marah-marah kalau di akhir bulan kehabisan uang, senewen sendiri kalau nggak ada orang yang bisa menemani saat weekend. Kelakuan yang semakin terlihat konyol jika dibandingkan dengan pengalamanku di hari itu.
Kasus dari artikel diatas menunjukkan perlunya terapi bagi anak dengan special needs.

sumber : arthepassion.multiply.com dan http://dyahanggraini.ngeblogs.com/2010/04/20/terapi-bagi-anak-special-needs/

Minggu, 18 April 2010

Hypnotherapy series : Analisa Setiap Permasalah dengan baik

Selama saya membuka praktek Hypnotherapy dan mengajarkan Hypnotherapy ada saja kasus yang unik. Saya menemukan salah satu kasus klien yang cukup simpel dan kadang bila saya pun diawal karir saya sebagai Hypnotherapist dan Mind Therapist suka tergoda untuk langsung mengeksekusi secara langsung tanpa bertanya lebih lanjut dan lebih dalam.

Karena saking simpelnya, ternyata bukan saya saja yang bisa melakukan itu, bahkan seorang Hypnotherapist yang cukup terkenal di negeri seberang pun bisa melakukan kesalahan yang sama. Kasusnya hanya soal percaya diri dalam public speaking. Na, kebetulan klien saya ini sudah pernah diterapi di negeri seberang dengan salah satu hypnotherapy ternama dan juga instruktur Hypnotherapist terbaik di dunia. Karena mungkin mereka menganggap kasus ini mudah, beliau hanya melakukan sugesti secara langsung dan melakukan object imagery.

Memang sih, dia merasa lebih baik sedikit tetapi masalahnya tidak terselesaikan dengan baik. Lalu, saya mencoba untuk melakukan behavioral assement serta hypno analisis dan ternyata masalahnya tidak disana. Masalahnya ada dimasa kecilnya dia dan segera saya melakukan teknik hypnotherapeutic regresi, informed child technique serta forgiveness therapy serta saya lanjut ke future timelinenya dia. Apa yang terjadi? Dia merasa jauh lebih baik dan lebih baik dari sebelumnya. Dan saya tidak lupa untuk memasukan unsur teknik spinning serta anchor.

Jadi, saya hanya menekankan, sebagai coach atau therapist dalam melakukan proses hypnotherapy kita jangan langsung menjudge permasalahan klien tetapi haruslah menganalisa dengan baik dengan sangat dalam dan lakukan dengan baik hypnoanalisis yang baik. Dan ini yang saya ajarkan disetiap pelatihan saya, karena saya mau setiap peserta training saya benar-benar mendapatkan manfaatnya yang luar biasa pada setiap sesi yang kita kerjakan.

http://www.mind-reprogramming.com/analisa-setiap-permasalah-dengan-baik/

Sabtu, 17 April 2010

PEMBELAJARAN ABK(anak berkebutuhan khusus)

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak yang mengalami kelainan sedemikian rupa baik fisik, mental, sosial maupun kombinasi dari ketiga aspek tersebut, sehingga untuk mencapai potensi yang optimal ia memerlukan Pendidikan luar biasa(PLB).

PLB merupakan pendidikan yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan pendidikan ABK. Adapun yang dirancang dalam PLB adalah kelas, program dan layanannya. Sehingga PLB dapat diartikan juga sebagai Spesial kelas, program atau layanan yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan pendidikan Anak luar biasa.

ABK bisa memiliki masalah dalam sensorisnya, motoriknya, belajarnya, dan tingkahlakunya. Semua ini mengakibatkan terganggunya perkembangan fisik anak. Hal ini karena sebagian besar ABK mengalami hambatan dalam merespon rangsangan yang diberikan lingkungan untuk melakukan gerak, meniru gerak dan bahkan ada yang memang fisiknya terganggu sehingga ia tidak dapat melakukan gerakan yang terarah dengan benar.

Di satu sisi, Anak luar Biasa harus dapat mandiri, beradaptasi, dan bersaing dengan orang normal, di sisi lain ia tidak secara otomatis dapat melakukan aktivitas gerak. Secara tidak disadari akan berdampak kepada pengembangan dan peningkatan kemampuan fisik dan keterampilan geraknya. Pendidikan jasmani bagi ABK disamping untuk kesehatan juga harus mengandung pembetulan kelainan fisik.

Dengan uraian di atas maka jelas bahwa Pendidikan jasmani yang diadaptasi dan dimodifikas sesuai dengan kebutuhan, jenis kelainan dan tingkat kemampuan ABK merupakan salah satu factor yang sangat menentukan dalam keberhasilan Pendidikan bagi ABK. Keberhasilan ini akan terwujud baik pada PLB dalam bentuk kelas khusus, program khusus, maupun dalam bentuk layanan khusus di SD biasa maupun di tiap jenjang sekolah biasa lainnya.

http://santriw4n.wordpress.com/2010/02/23/pembelajaran-abkanak-berkebutuhan-khusus/