Rabu, 25 Mei 2011

Stres

A. Definisi Stres
Stres adalah istilah dalam psikologi dan biologi, dipinjam dari fisika dan teknik dan pertama kali digunakan dalam konteks biologis pada 1930-an, yang dalam beberapa dekade terakhir lebih menjadi umum digunakan dalam bahasa popular. Hal ini mengacu pada konsekuensi dari kegagalan organisme - manusia atau hewan - untuk menanggapi tuntutan mental, emosional atau fisik, baik yang sebenarnya atau membayangkan. Tanda-tanda stres dapat kognitif, emosional, fisik atau perilaku. Tanda-tanda meliputi penilaian buruk, pandangan negatif umum, [rujukan?] Berlebihan mengkhawatirkan, kemurungan, iritabilitas, agitasi, ketidakmampuan untuk bersantai, merasa kesepian, terisolasi atau tertekan, sakit dan nyeri, diare atau sembelit, mual, pusing, sakit dada, cepat detak jantung, makan terlalu banyak atau tidak cukup, tidur terlalu banyak atau tidak cukup, penarikan penundaan, sosial atau mengabaikan tanggung jawab, alkohol meningkat, nikotin atau konsumsi narkoba, dan kebiasaan gugup seperti mondar-mandir sakit tentang, menggigit kuku dan leher.
Stres adalah hubungan stimulus-respon yang diobservasi, bukan stimulus atau respon. Stimulus merupakan suatu stresor bila stimulus tersebut menghasilkan respon yang penuh tekanan, dan respon dikatakan penuh tekanan bila respon tersebut dihasilkan oleh tuntutan, deraan, ancaman atau beban. Oleh karena itu, stres merupakan hubungan antara individu dengan lingkungan yang oleh individu dinilai membebani atau melebihi kekuatannya dan mengancam kesehatannya (Lazarus & Folkman, 1984).
B. Model Stres
Cox (dalam Crider dkk, 1983) mengemukakan 3 model pendekatan stres, yaitu : Response-based model, Stimulus-based model, dan Interactional model.
-Response-based model
Stres model ini mengacu sebagai sekelompok gangguan kejiwaan dan respon-respon psikis yang timbul pada situasi yang sulit.
-Stimulus based-model
Model ini mencoba mengidentifikasi pola-pola kejiwaan dan respon-respon kejiwaan yang diukur pada lingkungan yang sulit. Model stres ini memusatkan perhatian pada sifat-sifat stimuli stres. Tiga karakteristik dari stimuli stres adalah overload, conflict, dan uncontrollability
-Interactional model
Model ini memperkirakan bahwa stres dapat diukur ketika dua kondisi bertemu, yaitu:
1. ketika individu menerima ancaman akam motif dan kebutuhan penting yang diwakilinya
2. ketika individu tidak mampu mengcoping stres
C.Jenis stres
Quick dan Quick (1984) mengkategorikan jenis stres menjadi dua, yaitu:
-Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.
-Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian.
D. Stres Lingkungan
Dalam mengulas dampak lingkungan binaan terutam terhadap stress psikologis, Zimring mengajukan dua pengandaian. Pertama, stress dihasilkan oleh proses dinamik ketika orang berusaha memperoleh kesesuaian antara kebutuhan-kebutuhan dan tujuan dengan apa yang disajikan oleh lingkungan. Proses ini dinamik karena kebutuhan-kebutuhan individual sangat bervariasi sepanjang waktu dan berbagai macam untuk masing-masing individu terhadap lingkungannya juga berbagai macam. Kedua, bahwa variabel transmisi harus diperhitungkan bila mengkaji stress psikologisyang disebabkan oleh lingkungan binaan. Misalnya perkantoran, status, anggapan tentang control, pengaturan ruang dan kualitas lain dapat menjadi variabel transmisi yang berpengaruh pada pandangan individu terhadap situasi yang dapat dipakai untuk menentukan apakah situasi tersebut menimbulkan stress atau tidak.
Lazarus dan Folkman (dalam Baron dan Byrne, 1991) mengidentifikasikan stres lingkungan sebagai ancaman-ancaman yang dating dari dunia sekitar. Singer dan Baum (dalam Evans, 1982) mengartikan stres lingkungan dalam 3 faktor, yaitu :
1. Stressor fisik (suara)
2. Penerimaan individu terhadap stressor yang dianggap sebagai ancaman (appraisal of the stressor.
3. Dampak stressor pada organism (fisiologis)
E. Peran Stres dalam Memahami Hubungan Manusia dan Lingkungan
Individu dalam kehidupannya berinteraksi dengan lingkungan dan tergantung pada lingkungan. Individu banyak mengambil manfaat dari lingkungan. Namun, lingkungan juga bisa menimbulkan stress tersendiri bagi individu. Stress yang dialami individu yang disebabkan oleh lingkungan disebut stress lingkungan. Salah satu pendekatan untuk mempelajari psikologi lingkungan adalah stress lingkungan.

Paul A. Bell menjelaskan bahwa setelah individu mempersepsikan rangsangan dari lingkungannya, akan terjadi dua kemungkinan. Kemungkinan yang pertama, rangsangan itu dipersepsikan berada dalam batas ambang toleransi individu yang bersangkutan yang menyebabkan individu berada dalam keadaan homeostasis. Kemungkinan kedua, rangsangan itu dipersepsikan di luar ambang toleransi yang menimbulkan stress pada individu.

Menurut Veitch & Arkkelin (1995) stress dicirikan sebagai proses yang membuka pikiran kita, sehingga kita akan ketemu dengan sensor,menjadi sadar akan bahaya, memobilisasi usaha kita untuk mengatasinya, mendorong untuk melawannya, serta yang membuat kita berhasil atau gagal dalam beradaptasi. Ketika suatu sensor kita evaluasi, kita seleksi stategi-stategi untuk mengatasinya kita lakukan “pergerakan-pergerakan“ tubuh secara fisiologis dan psikologi untuk melawan stressor dan mengatasinya dengan suatu tindakan. Jika coping berhavior (perlakuan penyesuaian diri) ini berhasil, maka adaptasi akan meningkat dan pengaruh stress menghilangkan. Sementara jika coping berhavior gagal, maka stress akan menerus, pembangkitan fisik dan fisiologis tidak dapat dihindari sehingga penyakit fisik akan menyerang.

Ketika tidak mengalami stress, individu umumnya menggunakan banyak waktunya untuk mencapai keseimbangan dengan lingkungannya. Dalam keadaan seperti itu, ada waktu-waktu tertentu dimana kita sebenarnya justru mengalami stress. Bahkan suatu stress terkadang tidak terkait dengan masalah ketidakseimbangan (disekuilibrium). Ada waktu-waktu tertentu, dimana lingkungan menyajikan tantangan yang terlalu besar atau individu dapat menghilangkannya dengan kemampuan coping behavior. Di lain pihak, individu juga dapat mengalami keduanya. Pada kondisi inilah terjadi disekuilibrium, yang tergantung dari proses-proses fisik, psikologis, dan fisiologis.

Berdasarkan psikologi stress menurut Veitch & Arkkelin (1995) terdapat dua bentuk appraisal (penilaian), yaitu appraisal primer dan appraisal sekunder. Apraisal primer lebih menekankan persepsi terhadap ancaman, sementara appraisal sekunder merupakan seleksi terhadap coping behavior dan evaluasi terhadap efektivitasnya.

Sumber :
http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/stres.html
www.elearning.gunadarma.ac,id
http://en.wikipedia.org/wiki/Stress_%28biology%29
http://kasturi82.blogspot.com/2009/04/jenis-jenis-stres.html