Selasa, 11 Mei 2010

Mengembangkan Potensi Anak Tuna Rungu

Dengan I-Chat diharapkan diskriminasi yang dirasakan para tuna rungu di Indonesia berkurang.Sebanyak 115 guru, yang 50 di antaranya guru dari berbagai Sekolah Luar Biasa (SLB) di Jawa Barat menyambut antusias pelatihan aplikasi / Can Hear and Talk (I-Chat) yang disampaikan oleh PT Telkom selaku pembuat aplikasi. Mereka adalah peserta pelatihan guru persembahan PT Telkom dan HU Republika di gedung Reseach and Developmnet (RDC) Telkom, Bandung, Jumat (16/4).

Hari ini merupakan pembuka dari rangkaian acara peluncuran sekaligus pelatihan program I-CHAT oleh PT Telkom yang berlangsung selama dua hari, 16 dan 17 April 2010. Pelatihan ini ditujukan untuk meningkatkan mutu SLB di Jawa Barat terkait dengan jumlah SLB di provinsi tersebut yang menempati urutan terbanyak di Indonesia.

Saat ini, di Indonesia, tftrdapat sekitar dari 419 SLB tuna rungu. Untuk wilayah Jawa Barat, terdapat sebanyak 138 SLB, diikuti oleh Jakarta sebanyak 45 SLB, Jawa Timur 40 SLB, Sulawesi Selatan 35 SLB, dan Jawa Tengah 22 SLB.

Direktur IT dan Suplay PT Telkom, Indra Utoyo, -pada kata sambutannya berharap dengan pelatihan singkat ini para guru SLB dapat memahami program ini dengan baik. Dengan begitu para guru ini dapat memberikan edukasi mengenai penggunaan I-Chat kepada murid mereka. "I-Chat ini diharapkan dapat mengembangkanseluruh potensi pada anak tuna rungu," jelas Indra.

Aplikasi dan portal I-Chat diluncurkan sebagai salah satu wujud komitmen corporate social responsibility (CSR) Telkom terhadap masyarakat. Acara ini juga merupakan bagian dari program Bagimu Guru Kupersembahkan yang bertujuan untuk membantu meningkatkan kapasitas para guru di Indonesia.

Ketua Yayasan Akrab Sehjira, Ir Rachmita M Harahap MSn, pembicara yangjuga seorang penderita tuna rungu, pertama kali mencoba I-Chat.

Sebelum melakukan pengujian, Rachmita membagikan cerita hidupnya kepada peserta acara sebagai penderita tuna rungu. Meskipun ia pernah mengalami diskriminasi oleh lingkungan sosialnya,itu bukanlah hal yang bisa membuat ia jatuh dan tak mau berusaha.

Ia menginginkan pengakuan dan persamaan hak terhadap penderita tuna rungu, baik hak mendapatkan pekerjaan maupun pendidikan. "Dengan adanya persamaan hak maka mereka dapat mengaktualisasikan diri,"ujarnya.

Rachmi menegaskan, orang yang paling bertanggungjawab terhadap pendidikan anak tuna rungu adalah guru di sekolah. Bagaimana sang guru dapat memberikan penjelasan mengenai lingkungan sosial mereka dan mengerti bagaimana mereka harus bersosialisasi dengan baik. Guru adalah pendidik yang melahirkan anak-anak bangsa yang berprestasi. Karena itu, pendidikan yang dibutuhkan oleh guru tersebut juga harus baik.

Selain guru, orang tua juga harus bersinergi dalam memberikan perhatian dan pendidikan kepada anak mereka. Para orang tua harus menghapus anggapan bahwa memiliki anak tuna rungu harusmemiliki biaya yang besar. "Anak tuna rungu tidak boleh diistimewakan", tegas Rachmi. Mereka sama saja dengan anak normal lainnya yang dari kecil telah diajarkan berbicara.

Karena itu, Rachmi berharap acara seperti ini tidak hanya berguna bagi tuna rungu tetapi juga masyarakat luas. Sehingga sosialisasi diri yang dilakukan anak tuna rungu juga dapat dilaksanakan dengan baik di lingkungan sosialnya.

Melalui yayasan yang tersebut, ia berharap dapat membantu anak-anak tuna rungu untuk melanjutkan pendidikan di jenjang yang lebih tinggi. Salah satu contohnya saat mereka ingin mendapatkan beasiswa ke perguruan tinggi negeri.

Acara hari pertama itu juga diisi dengan kesaksian tiga wanita tuna rungu. Selain Rachmita, juga Public Reltions Yayasan Sehjira, Angkie Yudistia, dan Shafa Husnul Khotimal, siswa SMAN 3 Cimahi. Penuturan kisah hidup mereka, yang sampai berprestasi, membuat para peserta terkesima.

Angkie, misalnya, adalah finalis None jakarta Barat tahun 2008 dan salah satu perwakilan Indonesia untuk ASEAN masalah tuna rungu. Bagi Angkie, tuna rungu bukanlah penghalang untuk mencapai semua impiannya. "Asal bersemangat semuanya bisa karena terbiasa,"jelas Angkie.

Dengan adanya alat bantu I-Chat ini. Angkie berharap diskriminasi yang dirasakan oleh tuna rungu di seluruh Indonesia menjadi berkurang. Menurutnya alat ini tidak hanya berguna untuk tuna rungu namun juga bagi masyarakat luas. Karena, alat ini memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memahami makna yang diucapkan oleh tuna rungu.

Senior Manager RDC PT Telkom, Bilpen Nainggolan berharap agar keberadaan I-Chat ini bisa lebih termamfaatkan secara luas. Untuk itu. diharapkan semua pihak khususnya para pemerhati tuna rungu agar dapat memberikan sumbangsihnya dalam bentuk masukan untuk pengembangan aplikasi dan portal ini agar semakin baik

sumber : http://bataviase.co.id/node/175337

0 komentar:

Posting Komentar